INILAH.COM, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Mayjen Purnawirawan TB Hasanuddin sebetulnya patut diberi apresiasi pemerintah. Pasalnya bekas Sekretaris Militer Presiden Megawati Soekarnoputri itu berhasil mengungkap adanya pencaplokan wilayah Indonesia oleh Malaysia. Dengan pengungkapannya itu, pemerintah seharusnya terbantu.
Wilayah yang dicaplok itu berada di perbatasan Kalimantan Barat. Hasanuddin yang baru kembali dari kunjungan kerja ke daerah itu antara lain membeberkan pihak Malaysia sudah membangun sebuah kawasan menjadi resort wisata, sementara penduduk lokal yang berada di situ, semuanya masih berkewarganegaraan Indonesia.
Tidak hanya itu, Hasanuddin melihat salah satu wilayah yang dicaplok Malaysia itu memiliki cadangan minyak dan gas. Tetapi anehnya, bukan hanya temuan Hasanuddin yang dianggap bohong oleh pemerintah, tapi hampir semua anak buah Presiden SBY ramai-ramai mengeroyoknya dengan bantahan.
Anak buah SBY yang mengeroyok anak buah Megawati ini mulai dari Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menhan Purnomo Yusgiantoro dan Menlu Marty Natalegawa. Tapi yang menarik sekaligus memprihatinkan, ketiga pembantu Presiden itu hanya berdasarkan fakta laporan pihak ketiga yang sudah tergolong out of date.
Dengan embel-embel bahwa perundingan Indonesia dan Malaysia soal tapal batas di wilayah Kalimantan Barat tersebut, baru akan diselesaikan 2011 ini, dasar itulah yang dijadikan alasan membantah laporan Hasanuddin.
Sehingga jawaban ataupun bantahan terhadap temuan Hasanuddin, tidak menyentuh masalah fundamental yang justru harus dikerjakan atau diselesaikan oleh pemerintahan SBY.
Keprihatinan terhadap sikap pembantu Presiden SBY ini patut diangkat. Sebab cara mereka membantah temuan wakil rakyat Indonesia selain sangat lemah, nadanya justru lebih menyuarakan dan membela Malaysia. Seakan-akan ketiga pejabat itu sangat khawatir jika pemerintah Malaysia tersinggung dengan temuan Mayjen Purnawirawan TB Hasanuddin.
Seharusnya mereka berterima kasih atau mengapresiasi politisi Senayan itu. Hasanuddin yang mau membantu pemerintah Indonesia, tapi seolah-olah Malaysia justru yang dianggap pihak yang banyak membantu dan berjasa kepada rakyat Indonesia.
Secara tidak sadar pejabat tinggi Indonesia tersebut melihat Malaysia bukanlah negara tetangga yang suka mencuri aset dan wilayah Indonesia. Mereka lupa, bahwa Malaysia sesunguhnya merupakan negara yang diplesetkan "Maling Asia" paling suka memusuhi dan melecehkan Indonesia.
Di zaman Soekarno, era 1960-an, pihak Malaysia-lah yang pertama kali mengobarkan permusuhan terhadap Indonesia. Sejarah yang tidak banyak dibaca dan disimak mencatat, yang membuat Presiden pertama RI berang kepada Malaysia, karena sikap tidak bersahabat dari pemuda-pemudi Malaysia.
Pemuda Malaysia menginjak-injak bendera merah putih kemudian membakarnya bersama gambar Presiden Soekarno. Saat itu Malaysia belum lagi menjadi sebuah negara merdeka. Hal itulah yang kemudian memicu kemarahan Soekarno. Presiden pertama itu kemudian membakar semangat rakyat Indonesia untuk mengganyang Malaysia.
Betul yang dijadikan alasan Soekarno kepada publik adalah karena negara itu tidak lebih dari sebuah negara boneka kolonialis Inggris.. Hal mana sejalan dengan sikap Soekarno yang tidak menghendaki adanya l'explotation de l'homme par l'homme atau pengeksploitasian manusia atas sesama.
Nasib sial menimpa Soekarno. Karena hampir semua sejarawan hanya menulis potongan sejarah mendiskreditkan Soekarno. Namanya semakin jelek di mata dunia internasional, karena pada intinya sosok Soekarno ditulis secara subyektif oleh penulis-penulis berbahasa Inggris. Sementara literatur yang paling banyak menjadi rujukan bangsa di dunia termasuk Indonesia dan Malaysia, bahasa Inggris.
Soekarno yang kemudian tersingkir dari kekuasaannya di Indonesia, makin dianggap bersalah. Soekarno pun kemudian menjadi musuh "bangsanya" sendiri karena dalam peristiwa G.30 S/PKI yang terjadi 1965, Soekarno dianggap terlibat dalam perebutan kekuasaan. Aneh tapi nyata.
Soekarno disalahkan bangsanya sendiri, karena memusuhi Malaysia, bangsa yang serumpun. Semakin besar kesalahan Soekarno diekspose, semakin kuat citra Malaysia sebagai bangsa serumpun yang baik bagi Indonesia.
Persepsi tentang Malaysia sebagai tetangga yang baik tetap melekat pada benak Indonesia, karena Malaysia pernah minta bantuan guru dari Indonesia. Permintaan bantuan itu di Indonesia dianggap sebagai bukti pengakuan Malaysia atas keunggulan Indonesia.
Malaysia juga mengambil inisiatif untuk disamakannya ejaan bahasa kedua bangsa. Semakin kuat pula persepsi di Tanah Air bahwa Malaysia benar-benar ingin memjadi saudara dekat Indonesia. Walaupun penyamaan itu lebih merugikan Indonesia.
Banyak tidak sadar, dengan penyamaan ejaan itu, Indonesia terpedaya. Sebab dengan penduduk lebih banyak, Indonesia harus mengalah pada Malaysia yang penduduknya janya 10 persen dari total penduduk Indonesia.
Pada era 1980-an kembali Malaysia meminta TKI dari Indonesia. Kembali Indonesia merasa negeri jiran itu sangat membutuhkan Indonesia. Anggapan bahwa Malaysia sebagai negara tetangga yang baik makin bertambah karena di masa jayanya Indonesia, banyak mahasiswa Malaysia yang belajar di berbagai perguruan terkemuka di Indonesia.
Sekembali mereka ke Malaysia, banyak di antara mereka yang menjadi birokrat. Sehingga hubungan kedua negara pun semakin baik untuk sementara. Tapi pejabat Indonesia lupa bahwa para birokrat yang memimpin Malaysia saat ini merupakan orang-orang muda yang tidak tahu sejarah hubungan kedua negara. Mereka, merupakan generasi yang melihat persaingan dengan Indonesia merupakan hal yang mutlak.
Mereka inilah yang kemudian memberikan semua resep, bagaimana cara menghadapi, memusuhi dan menaklukan Indonesia. Sementara generasi di Indonesia yang juga berubah, tapi persepsi mereka tentang Malaysia tidak berubah sama sekali.
Di generasi pemimpin Indonesia, tidak banyak yang memiliki memori kuat terhadap perilaku buruk Malaysia. Saat bulutangkis merupakan olahraga andalan Indonesia, Malaysia selalu berusaha menghancurkan kebanggaan Indonesia dengan cara tidak sportif.
Di era Rudy Hartono, juara All England 7 kali berturut-turut, bila ia bertanding di Kualalumpur, pasti akan dicurangi. Hanya saja karena Rudy Hartono memiliki mental baja sang juara, kecurangan wasit Malaysia itu tidak pernah berhasil.
Di setiap turnamen bulutangkis lalu terdapat linesman Malaysia yang mengawasi pertandingan yang melibatkan pebulutangkis Indonesia, wasit Malaysia itu pasti akan membuat keputusan yang merugikan Indonesia. Misinya jelas, Indonesia harus "dikalahkan" dengan cara apapun.
Dengan gambaran ini tidak heran kalau Malaysia memiliki agenda buruk terhadap Indonesia. Mulai dari pelecehan terhadap TKI, sebutan Indon bagi orang Indonesia, mencaplok Sipadan dan Ligitan, termasuk mengirim dua teroris ke Indonesia: Dr.Azahari dan Noordin M Top.
Dalam SEA Games bulan depan, Malaysia sudah menetapkan hanya akan mengirim atlet kelas dua mereka ke Indomesia. Sebuah pelecehan baru melalui olahraga. Sudah begitu Menpora dan Presiden senyum-senyum saja. Tidak merasa direndahkan Malaysia.
Masih belum sadarkah petinggi Indonesia bahwa Malaysia bukanlah sahabat dan tetangga yang baik? Atau apakah karena Presiden SBY sudah terlanjur komit membantu investor Malaysia yang mau membangun dan mengembangkan pariwisata di Kepualauan Riau? Ah Pak SBY, jangan gadaikan harga diri bangsa Indonesia kepada Malaysia! [mdr]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar