Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Rabu, 13 April 2011

Melakukan Perubahan


Tafsir Al Qur'an Surat Ar Ra'du ayat 11

Allah SWT berfirman: 
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (QS. Ar Ra’du 11) 

Tafsir 

Imam Jalalain dalam tafsirnya menerangkan bahwa bagi manusia ada para malaikat yang senantiasa mengikutinya di  depan maupun di belakangnya.  Mereka menjaga manusia dengan perintah Allah dari jin dan makhluk lainnya.   Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada suatu kaum, yakni Allah tidak mencabut nikmat-Nya dari mereka, sampai mereka mengubah apa yang ada dalam diri mereka dari keadaan yang bagus menjadi bergelimang kemaksiatan.  Dan bila Allah menghendaki keburukan atau adzab atas suatu kaum  maka tidak akan ada yang bisa menolaknya, baik para malaikat maupun yang lain.  Dan orang-orang yang dikehendaki keburukan itu tidak punya pelindung selain Dia.  

Ibnu Abbas dalam tafsirnya menerangkan  bahwa manusia itu senantiasa diikuti oleh para malaikat yang saling susul-menyusul silih berganti, malaikat malam menggantikan malaikat siang dan malaikat siang menggantikan malaikat malam.   Dan dengan perintah Allah mereka senantiasa menjaga manusia, baik di depan maupun di belakang manusia, baik lebih dulu maupun terkemudian.  

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan aman dan nikmat suatu  kaum sampai kaum itu menguba apa yang ada dalam diri mereka sendiri lantaran tidak bersyukur. Dan jika Allah berkehendak menyiksa atau membinasakan suatu kaum maka tidak ada yang bisa menolak qadla’ Allah terhadap mereka.  Dan tidak ada penolong selain Allah bagi mereka yang dikehendaki keburukan oleh Allah yang bisa melindungi mereka dari adzab Allah.

Imam Suyuthi dalam tafsirnya Ad Durrul Mantsur menukil riwayat yang dikeluarkan oleh Abus Syaikh dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Allah tidak mengubah nikmat dari suatu kaum hingga mereka mengerjakan berbagai perbuatan  maksiat, maka Allah mengangkat berbagai nikmat dari mereka. 

Perubahan dimulai dari perubahan dari diri  

Dalam menafsirkan ayat innallaha laa yughayyiruu maa biqaumin hatta yughayyiruu maa bianfusihim … tafsir Al Wajiz menerangkan bahwa Allah tidak mencabut kenikmatan yang ada pada suatu kaum hingga mereka melakukan perbuatan maksiat kepada Allah.  

Imam As Suyuthi dalam tafsir Ad Durrul Mantsur  Juz 8/390 mengutip suatu riwayat yang dikeluarkan oleh Ibn Abi Syaibah dalam kitab Al Arsy, juga Abu Syaikh dan Ibn Mardawih dari Ali r.a. dari Rasulullah saw. : Allah berfirman : Demi kemuliaan dan kehormatan serta ketinggian-Ku di atas Arsy, tidaklah penduduk suatu kampung, penghuni suatu rumah, dan seorang lelaki di suatu  padang pasir yang berada dalam kondisi Kubenci karena bermaksiat kepada-Ku  kemudian mereka mengubah keadaan itu kepada keadaan yang Ku-cintai karena ketaatan kepada-Ku, melainkan pasti akan Kuubah keadaan mereka dari adzab-Ku  yang tidak mereka sukai kepada rahmat-Ku yang mereka sukai.  Dan tidaklah penghuni suatu rumah, kampung, dan seorang lelaki di padang pasir yang berada dalam keadaan yang Kucintai lantaran ketaatan mereka kepada-Ku lalu mereka berubah kepada keadaan yang Kubenci karena bermaksiat kepada-Ku, melainkan Aku ubah keadaan mereka dari mendapatkan rahmat-Ku yang mereka sukai kepada kemarahan-Ku   yang tidak mereka sukai. 

Dengan demikian jelaslah bahwa Allah SWT memberikan respon tentang perubahan yang dimulai dari perubahan dari apa yang ada dalam diri manusia itu sendiri, baik kondisi manusia secara individual, di suatu rumah, maupun di masyarakat.   Dan perubahan kondisi baik dan buruk itu terkait dengan ketatan dan kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia kepada Allah SWT, baik secara individual maupun secara kolektif.  

Oleh karena itu, kalau umat Islam hari ini dalam keadaan terbelakang dan  dalam kondisi ekonomi terpuruk, maka sebabnya adalah karena umat ini secara umum perindividu tidak memiliki tradisi membaca Al Quran dan As Sunnah sebagaimana umat Islam di masa kejayaannya dan lebih dari itu secara kolektif  umat ini justru mengadopsi undang-undang yang mencampakkan syariat Islam yang merupakan peraturan Allah untuk kehidupan manusia. Sebagai contoh, selain bergelimang dengan sistem ekonomi riba yang diharamkan oleh Allah SWT, umat ini pun membuat UU yang justru memberikan kewenangan kepada asing untuk menyerobot kekayaan umat ini.  UU No 22 tahun  yang 2001 tentang migas yang mencampakkan hadits Nabi saw. bahwa manusia dalam hadits lain disebut kaum muslimin) berserikat dalam kepemilikan atas air, padang rumput, dan api, termasuk minyak dan gas di dalamnya telah menyebabkan beroperasinya secara legal perusahan-perusahan asing yang melakukan kontrak kerjasama di negeri ini yang hakikatnya adalah merampok kekayaan rakyat.   Perampokan dalam bidang gas dengan adanya ketentuan yang aneh dalam UU tersebut bahwa maksimal 25% produksi gas Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.  Akibatnya, gas lari keluar negeri, pabrik pupuk terancam produksinya, produksi listrik menjadi mahal, busway tidak bisa beroperasi,  bahkan gas yang dijual kepada masyarakat pasca konversi minyak tanah ke gas ternyata harganya jauh lebih mahal dari yang dijual ke luar negeri.   Tentu ini membuat kehidupan umat yang mayoritas penduduk di Indonesia ini dibuat menderita dengan kenaikan harga-harga kebutuhan bahan pokok yang menjadi mahal.   

Dan masih banyak UU yang lain yang tidak mengacu kepada syariat Allah SWT yang itu berarti secara kolektif umat Islam yang  telah memilih pemerintah dan anggota DPR yang membuat UU tersebut ikut berkontribusi dalam tindakan menolak hukum syariat Allah.  Maka kalau umat ikut merasakan penderitaannya ya wajar.   Sebab, menolak Al Quran akan mendapatkan pennghidupan yang sempit (QS. Thaha 124).   Dan juga penolakan terhadap ajaran Allah SWT dalam bidang ekonomi menjadikan umat Islam hidup dengan sistem ekonomi kaum imperialis yang sudah ratusan tahun menjajah negeri ini, maka kesengsaraan itu juga terjadi lantaran perbuatan mengimani sebagian ayat Allah (tentang sholat, shaum, zakat, haji) tapi menolat ayat-ayat tentang ekonomi, pemerintahan, dan lain-lain yang akan berakibat kepada kehinaan di dunia (QS. Al Baqarah 85). 

Oleh karena itu, kalau umat ini menghendaki kemuliaan dan kejayaan hidup di dunia, maka harus ada perubahan mendasar dari diri umat ini, yakni harus mengimani Al Quran sebagai sumber hukum syariat Allah untuk mengatur kehidupan umat manusia secara kaffah.  

Kesimpulan

Karena perubahan akan mendapatkan pertolongan Allah yang selalu mengirim para malaikat penjaga, maka  diperlukan gerakan nyata dari para pejuang penegak syariat Allah untuk melancarkan gerakan  perjuangan yang militan untuk menjadikan hukum-hukum  syariat Allah SWT yang bersumber dari Al Quran  dan As Sunnah sebagai hukum positif  agar menjadi pijakan pemerintah dalam menjalankan perintahannya secara kaffah demi menggapai keberkahan hidup umat ini (QS. Al A’raf 96)  Wallahua’lam ! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar