Hidayatullah.com--Kontroversi pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen terus berlanjut. Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Undang-Undang Intelijen memang dibutuhkan untuk mengatur semua kegiatan intelijen. Dalam pembahasan RUU Intelijen pun Yusril mengingatkan agar dibuat untuk memprioritaskan keamanan negara.
Dengan adanya UU Intelijen, Yusril berharap kelembagaan intelijen yang selama ini dianggap samar dan tidak pernah diatur UU, akan jelas secara fungsi dan kelembagaan. Dengan demikian, lembaga intelijen tidak akan dimanfaatkan kepentingan individu penguasa.
"Jangan dijadikan intelijen sebagai alat untuk memata-matai lawan politiknya, seperti sekarang," kata Yusril yang juga mantan ketua Umum PBB ini dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis, (14/4).
Tambahnya, dalam aspek kewenangan penyadapan, intelijen diminta tidak menyalahgunakannya. "Jangan sampai digunakan untuk menyadap lawan-lawan politik," ujar pakar hukum tata negara ini.
Yusril berpendapat, intelijen memang bertugas untuk memata-matai demi keamanan negara, tetapi diharapkan sesuai koridor hukum dan nilai-nilai kemanusiaan.
"Tergantung siapa yang dimata-matai. Jangan sampai itu melanggar hak asasi manusia," tukasnya.
Sedangkan, menurut dosen FISIP UI, Donni Gahral Rahdian, tidak perlu dipertentangkan antara keamanan dan kebebasan karena dalam aspek kebebasan mencakup juga persoalan keamanan.
Donny memberikan contoh, adanya sisi keamanan dalam aspek kebebasan ketika seseorang membutuhan kebebasan dari rasa takut.
Meskipun sepakat perlu adanya UU Intelijen, tetapi Donny berpendapat, intelijen seharusnya tidak perlu dibuatkan regulasi karena akan membatasi fungsi intelijen itu sendiri. Intelijen diperkenankan berbuat apa saja asal tidak ketahuan, karena mereka memang bekerja di bawah permukaan.
"Intelijen tidak perlu diatur-atur, nanti mereka bisa jadi kerdil," ucapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, RUU Intelijen menuai kontroversi dan ditolak berbagai kalangan di Indonesia, tak terkecuali ormas-ormas Islam, karena mengkhawatirkan RUU tersebut sebagai pintu masuk mengulang rezim otoriter Orde Baru, seperti yang diungkapkan Ismail Yusanto diwaktu yang lalu.
"RUU ini berpotensi memunculkan kembali rezim represif," pungkas Jubir HTI ini.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar