ICW Akan Minta KPK Telusuri Dugaan Mark Up Biaya Subsidi BBM
KOMPAS/HERU SRI KUMOROIlustrasi:
Stiker bertuliskan "Premium untuk Golongan Tidak Mampu" terpasang di
mesin pompa SPBU 31.10202 di Jalan Abdul Muis, Jakarta, Senin
(4/7/2011).
JAKARTA, KOMPAS.com -
Indonesia Corruption Watch menyatakan jika pemerintah dan Dewan
Perwakilan Rakyat RI jadi menyepakati kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM) pada April nanti, maka lembaga anti korupsi ini akan meminta
Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menelusuri dugaan mark up dalam
penghitungan biaya subsidi BBM. Dugaan mark up tersebut, kata ICW, capai
Rp 30 triliun.
"Kalau pun pemerintah mengajukan dan DPR sepakat
untuk menaikkan harga BBM menjadi Rp 1.500, maka kami akan melakukan
langkah-langkah advokasi, misalnya kami akan laporkan pada KPK dugaan
pemborosan terkait penetapan beban subsidi BBM 2012," jelas Koordinator
Divisi Pengawasan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas, di Jakarta, Rabu
(28/3/2012).
Selain KPK, menurut Firdaus, ICW juga akan meminta
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit perhitungan biaya subsidi
BBM yang dilakukan pemerintah. Hal ini, agar perhitungan pemerintah
dapat dibuka secara transparan untuk diketahui publik yang merasakan
dampak kenaikan harga BBM.
"BPK audit terkait penghitungan dan
proses pembahasan beban subsidi 2012. Saya tidak tahu kesalahannya
pemerintah dalam penghitungan di mana, karena aturan dan metode yang
dipakai sama, perkaliannya jelas, tapi kenapa berbeda selisih Rp 30
triliun," tegas Firdaus.
Seperti yang diketahui, menurut ICW, jika
harga BBM premium dan solar tidak naik, dalam arti tetap di harga Rp
4.500 per liter, maka total beban subsidi BBM dan LPG hanya Rp 148
triliun. Hal ini berbeda dengan versi pemerintah yang menyebut jika BBM
tidak naik maka beban subsidi BBM bisa mencapai Rp 178 triliun.
Perbedaan hitungan inilah, yang menunjukkan indikasi mark up Rp 30
triliun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar