Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Jumat, 16 Maret 2012

"Kita Versus Koruptor" di Komisi III

Trimedya Panjaitan
Senayan - Bagi anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Trimedya Panjaitan, langkah KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) membuat film dengan tema "KVK" (Kita versus Korupsi), patut dipertanyakan. Ditengarai ada dana asing ikut memberi bantuan.

Tapi salah satu pimpinan KPK Busyro Muqoddas memberi jaminan hal itu tidak ada. Bahkan, ia meyakinkan, seluruh sineas muda yang terlibat dalam pembuatan empat film tersebut, dipastikan tidak dibayar.

"Anggarannya Rp 1, 2 miliar," kata Busyro menjawab Trimedya dalam RDP (Rapat Dengar Pendapat) antara KPK dan Komisi III, Senin (27/02).

Ketika jeda pada pukul 15.30, keempat film tentang korupsi itu (masing-masing berjudul: "Aku Padamu"  karya Lasja F Susatyo, "Selamat Siang Raisa" karya Ine Febriyanti, "Rumah Perkara" karya Emil Heradi dan "Pssst...Jangan Bilang Siapa-Siapa" karya Chairun Nisa) diputar dalam ruang sidang Komisi III DPR.

Menggunakan proyektor yang biasa digunakan saat rapat, kualitas gambar lumayan bagus, hanya kualitas suara yang kurang meyakinkan karena ruang dan audio yang bukan diperuntukkan bagi pemutaran film. Tapi cukup lumayan bagi yang ingin mengisi jeda waktu, atau melihat bagaimana para sineas tanah air menampilkan perilaku korupsi dalam layar lebar.

Sayang, empat film berdurasi pendek itu tak banyak menarik perhatian peserta rapat Komisi III DPR. Tidak ada satu pun anggota Komisi III DPR, dan hanya sedikit saja penonton yang melihat.

Padahal, filmnya terbilang bagus. Menggambarkan perilaku korupsi pejabat publik yang digambarkan melalui sosok Lurah Yatna yang berjanji akan membangun masjid dan musholla, padahal demi kepentingan pengembang yang akan membangun perumahan. Lurah yang 'doyan' janda itu, harus berhadapan dengan sang janda yang bersikukuh tidak akan meninggalkan tanah dan rumahnya. Pak Lurah pun bingung karena terlanjur menerima uang suap.

Lain lagi dengan Woko, penjaga gudang yang enggan disogok oleh tauke juragan beras. Padahal, Woko (diperankan oleh Tora Sudiro) sedang butuh uang untuk biaya berobat anaknya yang sakit. Namun, keteguhan hatinya telah menyelematkan keluarga sederhana itu dari bencana uang suap.

Sedangkan gambaran anak muda anti korupsi digambarkan oleh Revalina S Temat yang akan menikah bersama Nicholas Saputra. Namun, Nico yang sibuk berusaha menyuap petugas KUA (Kantor Urusan Agama). Pernikahan hampir gagal, sebelum keduanya sepakat menghindari percaloan.  

Sebelum pemutaran film, Rapat Dengar Pendapat  sepanjang Senin itu, diisi pertanyaan seputar kasus-kasus korupsi dan penyuapan. Mulai kasus Wisma Atlet yang melibatkan anggota Partai Demokrat (Angelina Sondakh), cek pelawat yang melibatkan isteri anggota DPR dari F-PKS Adang Darajatun, hingga kasus-kasus lain yang terbilang "ngeri" untuk didengar.

Sebab, pertanyaan bukan saja mempertanyakan kinerja dan sejauhmana KPK bekerja, tapi juga membeberkan  kasus-kasus korupsi yang melibatkan banyak orang dari berbagai kalangan.

Ketua Komisi III Benny K. Harman yang diprotes karena membatasi pertanyaan anggota Dewan berujar, "Kalau anggota nutup-nutupi, saya yang buka. Ini saya yang buka, malah ditutup-tutupi."

Dia juga mengingatkan agar pimpinan KPK dan anggota Dewan saat rapat hanya menggunakan sapaan resmi "Pak" kepada peserta rapat, bukan sapaan lain seperti "Mas" atau "Bang". Teguran ini, sebenarnya ditujukan kepada Bambang Widjojanto yang menyapa "Mas" kepada  Busyro Muqoddas.

"Ini rapat resmi, tidak ada panggilan 'mas-mas'. Kita hargai rapat ini, walaupun kita tidak semuanya bersih," kata Benny.

Nah, kata-kata terakhir ini jelas ditujukan kepada rekan-rekannya sesama anggota DPR.end

Tidak ada komentar:

Posting Komentar