10 Mar 2012 17:40
Senayan - Tim Perumus (Timus) RUU Pemilu, Jumat (9/3) menggelar rapat. Ada sejumlah hal yang berhasil dirumuskan tim tersebut. Apa saja?
Menurut anggota Panja RUU Pemilu Nurul Arifin, terkait perolehan suara yang akan digunakan jika dikaitkan dengan formasi sistem sebagaimana dalam pasal 202, ada dua pilihan yang akan diambil. Jika sistem terbuka, maka hasil pemilu anggota DPR terdiri atas perolehan suara partai politik serta perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD.
"Sedangkan jika sistem tertutup, maka hasil pemilu anggota DPR terdiri atas perolehan suara partai politik serta perolehan suara calon anggota DPD," ujar Nurul kepada Jurnalparlemen.com, Sabtu (10/3).
Terkait dengan ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold/PT (pasal 205), ada penambahan kata 'secara nasional' sehingga menjadi 'suara sah secara nasional'. Beberapa catatan Timus adalah tentang penerapannya berjenjang, yakniDPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. "Yang dimaksud dengan suara sah secara nasional adalah perhitungan untuk suara DPR RI," ujarnya.
Nurul mengatakan, terjadi perdebatan sekitar satu jam menyangkut perbedaan tafsir konversi suara di tingkat nasional dan di tingkat provinsi. Misalnya, menentukan konversi 4 persen nasional dikomparasi dengan 4 persen di tingkat provinsi. "Itulah sebabnya tercetus ide PT berjenjang."
Hal lain yang berhasil dirumuskan terkait Pasal 245 ayat 2 tentang pengumuman hasil survei yang awalnya diperbolehkan dalam UU No 10/2008 mengalami perubahan, dengan bunyi 'Pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tentang pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dilakukan pada masa tenang'.
Dalam Penjelasan RUU, yang dimaksud 'Pengumuman' ialah baik pemberitaan maupun publikasi. Yang dilarang bukan hanya survei atau jajak pendapat. Tapi juga hasil analisis, atau pendapat yang dapat mempengaruhi pemilih dalam menentukan pemilih.
Selain itu, ada catatan dari Tim Perumus mengenai hal tersebut, yakni perlu rumusan larangan untuk exit poll, yakni tindakan yang dilakukan para lembaga survei yang menanyai face to face para pemilih di luar area TPS setelah si pemilih memakai hak pilih.
Mengenai penyelesaian sengketa pemilu, lanjut Nurul, penyelesaian pelanggaran adimistrasi pemilu dilakukan oleh Panwaslu Kabupaten/ Kota, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu (pasal 252 ayat 1) paling lama 12 hari (ayat 2). Waktu 12 hari ini adalah waktu secara keseluruhan yang digunakan mulai dari Panwaslu Kabupaten/Kota hingga Bawaslu Pusat. Dan, keputusan Bawaslu terhadap sengketa administrasi bersifat final dan mengikat (ayat 3).
Lalu, Pasal 247 tidak menjadi 7 ayat, tapi hanya 6 ayat (ayat kelima, dihapus). Ayat yang dihapus itu berbunyi: 'Bawaslu, Bawaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri mengkaji setiap laporan pelanggaran Pemilu yang diterima'.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar