Perdebatan masalah BBM telah menguras energi anak bangsa hampir selama satu bulan belakangan ini.Perdebatan ini mampu mengalihkan perhatian publik yang tadinya tertuju pada kasus-kasus korupsi besar yang sedang ditangani KPK.
Seminggu belakangan ini seolah orang sudah lupa dengan kasus century, kasus wisma atlet dan pernyataan Anas Urbaningrum yang bersedia digantung di Monas kalau terbukti korupsi.Padahal jika pemerintah murni membahas masalah BBM maka cukup para ahli, DPR dan Pemerintah duduk bersama dan menghitung secara benar dan tepat dan tidak perlu gembar-gembor .
Paling tidak ada sekitar lima alasan yang menyebabkan harga BBM tidak perlu naik. Pertama, Pemerintah tidak defisit terkait BBM.Nilai ekspor minyak lebih besar dari impornya. Kedua, “subsidi” sebenarnya hanyalah selisih perhitungan, bukan pengeluaran cash karena minyaknya berasal dari bumi sendiri.Ibarat peternak ayam yang memberi harga diskon kepada anaknya.Ketiga, kenaikan Rp. 1.500,- menambah beban rakyat kecil akibat kenaikan semua harga barang dan jasa.Beban ini akan terus berlangsung, jauh setelah bantuan langsung tunai mandiri (BLSM) berakhir. Keempat, alasan “demi keadilan” (pemilik motor-mobil disubsidi non-pemilik justru tidak) perlu ditinjau, mengingat pengguna kendaraan bermotor juga membayar beragam pajak (pajak impor,barang mewah, balik nama, STNK tahunan dan PPn-PPh) yang meningkat setelah mereka memiliki kendaraan dan produktif. Alasan kelima, perhitungan subsidi yang akan dikurangi dengan kenaikan berkisar Rp. 60 Triliun (4.3% APBN) ini tak sebanding dengan kebocoran anggaran (dikorupsi) sekitar 30% dan mar-up 40%.
Berdasarkan perhitungan diatas maka sepantasnya segenap masyarakat menolak kenaikan harga BBM yang ditunggangi kepentingan asing dan akal bulus dibalik BLSM.
Seminggu belakangan ini seolah orang sudah lupa dengan kasus century, kasus wisma atlet dan pernyataan Anas Urbaningrum yang bersedia digantung di Monas kalau terbukti korupsi.Padahal jika pemerintah murni membahas masalah BBM maka cukup para ahli, DPR dan Pemerintah duduk bersama dan menghitung secara benar dan tepat dan tidak perlu gembar-gembor .
Paling tidak ada sekitar lima alasan yang menyebabkan harga BBM tidak perlu naik. Pertama, Pemerintah tidak defisit terkait BBM.Nilai ekspor minyak lebih besar dari impornya. Kedua, “subsidi” sebenarnya hanyalah selisih perhitungan, bukan pengeluaran cash karena minyaknya berasal dari bumi sendiri.Ibarat peternak ayam yang memberi harga diskon kepada anaknya.Ketiga, kenaikan Rp. 1.500,- menambah beban rakyat kecil akibat kenaikan semua harga barang dan jasa.Beban ini akan terus berlangsung, jauh setelah bantuan langsung tunai mandiri (BLSM) berakhir. Keempat, alasan “demi keadilan” (pemilik motor-mobil disubsidi non-pemilik justru tidak) perlu ditinjau, mengingat pengguna kendaraan bermotor juga membayar beragam pajak (pajak impor,barang mewah, balik nama, STNK tahunan dan PPn-PPh) yang meningkat setelah mereka memiliki kendaraan dan produktif. Alasan kelima, perhitungan subsidi yang akan dikurangi dengan kenaikan berkisar Rp. 60 Triliun (4.3% APBN) ini tak sebanding dengan kebocoran anggaran (dikorupsi) sekitar 30% dan mar-up 40%.
Berdasarkan perhitungan diatas maka sepantasnya segenap masyarakat menolak kenaikan harga BBM yang ditunggangi kepentingan asing dan akal bulus dibalik BLSM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar