Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Kamis, 29 Maret 2012

Syamsuddin Haris (JPI/Andri Nurdriansyah)
Jakarta - Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menilai saat ini  pemerintah maupun DPR tidak memiliki skema yang jelas terkait Parliamentary Threshold (PT) sebagai instrumen untuk penyederhanaan sistem kepartaian.

"Berapa PT maksimum yang bisa ditoleransi agar sistem kepartaian lebih sederhana dan beberapa kali pemilu hal itu baru akan dicapai, tidak pernah jelas," ujar Syamsuddin Haris dalam Dialog Publik 'Menyongsong Undang-undang Pemilu Baru' di Hotel Le Meridien, Jakarta, Kamis (29/3).

Akibatnya, yang terjadi saat ini adalah 'debat kusir' di antara parpol besar yang mengusulkan PT dengan persentase besar dan parpol kecil yang menginginkan persentase kecil.

Lebih lanjut Syamsuddin mengatakan, ambang batas parlemen seperti yang berlaku pada Pemilu 2009 tetap perlu diberlakukan, dan bahkan mungkin persentasenya perlu dinaikkan agar parpol yang duduk di DPR lebih sedikit dibandingkan hasil pemilu sebelumnya. "Namun demikian persentase parliamentary threshold yang ditetapkan oleh undang-undang sebaiknya tidak terlalu besar agar sistem multipartai tetap bisa dipertahankan," ujarnya.

Untuk Pemilu DPR, ambang batas parlemen sekitar 3-4 persen cukup realistis jika persentase tertinggi ambang batas parlemen yang bisa ditoleransi untuk mempertahankan sistem multipartai adalah sekitar 5 persen yang bisa diberlakukan untuk Pemilu 2019.end

Tidak ada komentar:

Posting Komentar