(Ilustrasi)
Sindonews.com - DPR masih memproses perubahan atas Undang-Undang (UU) nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Proses pembahasan ini tergolong alot, mengingat telah melewati beberapa masa persidangan. Padahal tahapan pelaksanaan Pemilu semakin dekat.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) berpendapat dalam perubahan atas UU ini perlu ada penguatan terhadap posisi Partai Politik (Parpol). Hal ini sesuai dengan amanah konstitusi dimana Parpol sebagai satu-satunya organisasi peserta Pemilu.
"Hal ini sesuai dengan Pasal 22E Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa peserta Pemilihan Umum adalah Partai Politik," ujar anggota Panitia Kerja (Panja) perubahan atas UU tentang Pemilu, Almuzammil Yusuf, dalam keterangan persnya, Jakarta Selasa (14/2/2012).
Menurutnya, penguatan Parpol dalam perubahan UU ini sangat relevan karena pengambilan keputusan di DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota ditentukan oleh fraksi yang merupakan wujud dari kekuasaan Parpol di DPR, bukan individu. Untuk itu yang dibutuhkan oleh Parpol adalah orang-orang yang menjiwai ideologi dan program partai yang akan bertarung dalam Pemilu.
"Kedua, perlu dilakukan penyederhanaan partai politik secara bertahap sesuai aspirasi masyarakat. Hal ini sesuai dengan hasil survei yang menunjukkan masyarakat menghendaki jumlah politik yang tidak terlalu banyak, 5-6 Parpol. Oleh karena itu, ambang batas parlemen atau Parliament Threshold (PT) perlu diterapkan di semua level dari tingkat nasional, provinsi hingga kabupaten/kota," tukasnya.
Selain itu, pihaknya diperlukan metode penghitungan suara menjadi kursi yang adil, sederhana dan mudah digunakan. Metode penghitungan suara ini diupayakan tidak menimbulkan sengketa Pemilu yang berkepanjangan yang sebelumnya sering terjadi.
Lanjutnya, kerumitan pemilu terjadi pada Pemilu 2009 seharusnya tidak terulang kembali. Untuk itu dibutuhkan peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilu yang memberikan kemudahan bagi pemilih dan biaya yang murah. Sehingga potensi kecurangan dan tindak kejahatan korupsi yang memanfaatkan momen pemilu dapat diminimalisir.
"Dengan berbagai pertimbangan tersebut maka usulan perubahan UU Pemilu yang menyangkut penerapan sistem Pemilu proporsional dengan daftar tertutup atau lebih dikenal sebagai sistem proporsional tertutup. Pemilih hanya mencoblos gambar partai politik di kertas suara, sedangkan gambar calon legislatif dapat ditempelken di bilik Tempat Pemungutan Suara (TPS)," jelasnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, untuk menghindari oligarki pimpinan partai politik, sistem proporsional tertutup ini harus didahului dengan penyelenggaraan Pemilu internal Parpol. Pemilu internal ini akan menjadi dasar penyusunan daftar calon anggota legislatif peserta Pemilu.
"Dengan cara ini, maka kader-kader yang berpengalaman, memiliki kapasitas, berkontribusi dan loyal yang akan terpilih sesuai dengan amanat UU Parpol yang menghendaki kader internal partai sendiri untuk maju," terangnya.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) berpendapat dalam perubahan atas UU ini perlu ada penguatan terhadap posisi Partai Politik (Parpol). Hal ini sesuai dengan amanah konstitusi dimana Parpol sebagai satu-satunya organisasi peserta Pemilu.
"Hal ini sesuai dengan Pasal 22E Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa peserta Pemilihan Umum adalah Partai Politik," ujar anggota Panitia Kerja (Panja) perubahan atas UU tentang Pemilu, Almuzammil Yusuf, dalam keterangan persnya, Jakarta Selasa (14/2/2012).
Menurutnya, penguatan Parpol dalam perubahan UU ini sangat relevan karena pengambilan keputusan di DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota ditentukan oleh fraksi yang merupakan wujud dari kekuasaan Parpol di DPR, bukan individu. Untuk itu yang dibutuhkan oleh Parpol adalah orang-orang yang menjiwai ideologi dan program partai yang akan bertarung dalam Pemilu.
"Kedua, perlu dilakukan penyederhanaan partai politik secara bertahap sesuai aspirasi masyarakat. Hal ini sesuai dengan hasil survei yang menunjukkan masyarakat menghendaki jumlah politik yang tidak terlalu banyak, 5-6 Parpol. Oleh karena itu, ambang batas parlemen atau Parliament Threshold (PT) perlu diterapkan di semua level dari tingkat nasional, provinsi hingga kabupaten/kota," tukasnya.
Selain itu, pihaknya diperlukan metode penghitungan suara menjadi kursi yang adil, sederhana dan mudah digunakan. Metode penghitungan suara ini diupayakan tidak menimbulkan sengketa Pemilu yang berkepanjangan yang sebelumnya sering terjadi.
Lanjutnya, kerumitan pemilu terjadi pada Pemilu 2009 seharusnya tidak terulang kembali. Untuk itu dibutuhkan peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilu yang memberikan kemudahan bagi pemilih dan biaya yang murah. Sehingga potensi kecurangan dan tindak kejahatan korupsi yang memanfaatkan momen pemilu dapat diminimalisir.
"Dengan berbagai pertimbangan tersebut maka usulan perubahan UU Pemilu yang menyangkut penerapan sistem Pemilu proporsional dengan daftar tertutup atau lebih dikenal sebagai sistem proporsional tertutup. Pemilih hanya mencoblos gambar partai politik di kertas suara, sedangkan gambar calon legislatif dapat ditempelken di bilik Tempat Pemungutan Suara (TPS)," jelasnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, untuk menghindari oligarki pimpinan partai politik, sistem proporsional tertutup ini harus didahului dengan penyelenggaraan Pemilu internal Parpol. Pemilu internal ini akan menjadi dasar penyusunan daftar calon anggota legislatif peserta Pemilu.
"Dengan cara ini, maka kader-kader yang berpengalaman, memiliki kapasitas, berkontribusi dan loyal yang akan terpilih sesuai dengan amanat UU Parpol yang menghendaki kader internal partai sendiri untuk maju," terangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar