(Foto: Istimewa)
Sindonews.com - Belakangan ini pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) disibukkan dengan urusan "memberantas" kafe dan rok mini. Lho, apa hubungannya? Jawabnya untuk menaikkan citra institusi wakil rakyat.
Dalam bahasa Ketua DPR Marzuki Alie, langkah ini perlu diambil untuk menegakkan asas kepantasan Gedung DPR sebagai rumah rakyat. Tentu saja, upaya ini langsung mengundang pro-kontra, bukan saja dari masyarakat luas, tapi juga kalangan internal DPR yang memandang aneh imbauan tersebut.
Pertanyaan mendasar mengarah pada apakah jika kafe tidak lagi terlihat menempati salah satu pojok Gedung DPR dan wanita mengenakan rok mini nan seksi tidak lagi terlihat berseliweran di Senayan serta-merta citra DPR akan terangkat? Imbauan pimpinan DPR bisa secara positif bisa dipahami. Sebagai rumah rakyat, Gedung DPR memang semestinya steril dari persepsi yang bertentangan dengan kondisi rakyat Indonesia.
Dari kacamata ideologis, kafe dan rok mini mencerminkan budaya hedonis dan liberal jika diperhadapkan dengan kondisi mayoritas masyarakat Indonesia yang masih kesusahan dan religius. Namun, dalam konteks membangun kembali citra DPR, imbauan tersebut seperti lipstik yang hanya untuk pemanis bibir saja, tapi tidak memengaruhi citra tentang postur DPR secara keseluruhan.
Apalagi citra DPR di mata masyarakat sudah sedemikian jatuh dan buruk di mata masyarakat. Ibarat sungai, DPR sudah seperti Sungai Ciliwung yang hitam pekat karena dipenuhi limbah industri dan rumah tangga. Kondisi ini terbentuk karena perilaku yang ditunjukkan anggotanya secara terus-menerus dalam waktu lama.
Hampir tiap periode wakil rakyat tidak pernah absen tersangkut kasus korupsi, masalah absensi tetap menjadi problem yang belum terpecahkan, sebaliknya kinerja yang ditunjukkan seperti produk legislasi masih rendah. Kondisi ini diperparah dengan rangkaian kontroversi yang diproduksi atas berbagai proyek DPR, mulai pembangunan gedung baru yang memakan dana triliunan rupiah, proyek perbaikan toilet dan perbaikan ruangan badan anggaran yang tidak masuk akal hingga sejumlah proyek kontroversi lainnya.
Citra buram yang demikian tentu harus segera dihentikan. Sebab jika tidak akan menjadi belenggu yang melilit ruang gerak DPR. Sebagus dan sepositif apa pun langkah yang diambil DPR, jika kemasan yang membungkusnya sudah sedemikian rupa, masyarakat tetap akan meresponsnya dengan penuh ketidakpercayaan dan kecurigaan. Bagaimana caranya? Jawabannya sudah pasti bukan sekadar menutup kafe dan imbauan tidak mengenakan rok mini di DPR.
Yang dibutuhkan adalah perubahan perilaku yang didasarkan pada kesadaran untuk memperbaiki diri, meningkatkan kinerja, dan memberi kontribusi positif untuk masyarakat dan bangsa. Memperbaiki diri dengan tidak lagi melakukan korupsi, meningkatkan kinerja dengan menunjukkan keseriusannya menjalankan tugas sebagai rakyat, di antaranya ditunjukkan dengan tingkat kehadiran dan produk legislasi.
Adapun kontribusi positif diwujudkan dengan keseriusan mengawasi kerja pemerintah dan mendorong program-program yang dibutuhkan dan bermanfaat untuk masyarakat. Tidak mudah untuk mewujudkan harapan itu. Karena itu dibutuhkan niat yang kuat, terutama bagi anggota DPR periode 2009–2014, agar memanfaatkan sisa waktu untuk memfokuskan tenaga dan pikirannya.
Manfaatkan kepercayaan dan kesempatan duduk di singgasana DPR untuk berjuang dan membayar janjijanji yang pernah terucap saat masih kampanye. Jika semua harapan itu bisa diwujudkan, dengan sendirinya citra DPR akan membaik. Bisakah? Jawabannya kembali ke niat tiap anggota DPR. Jika tidak ada niat, apa pun langkah yang diambil demi memperbaiki citra DPR akan sia-sia belaka.(azh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar