Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Rabu, 07 Maret 2012

Citra Partai Turun, Sistem Pemilu Diusulkan Diubah


foto
ANTARA/Wahyu Putro A

TEMPO.CO , Jakarta: Sistem pemilihan umum diusulkan untuk diubah menyusul munculnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap partai politik belakangan ini. "Sistem pemilu harus membuka ruang seluas-luasnya," kata peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) bidang Departeman Politik dan Hubungan Internasional, Sunny Tanuwidjaja, di Warung Daun Cikini, Jakarta, Rabu, 7 Maret 2012.

Menurut dia, inti dari solusi terhadap munculnya ketidakpercayaan itu bukan terletak pada perbaikan desain kelembagaan partai politik. Tapi, terletak pada cara untuk memunculkan orang-orang yang punya kapasitas dan kredibilitas untuk ikut serta dalam pemilu. "Kalau begitu, sistem pemilu memang harus dibuat seterbuka mungkin," ujar Sunny.

Dia mengatakan sistem calon legislatif harus berupa sistem caleg terbuka. Selain itu, faktor pendanaan (dana kampanye) dalam pemilu juga mesti dibuat secara transparan dan ada pembatasan pengeluaran dana untuk kampanye. "Supaya arena kompetisi jadi seimbang," ucap Sunny.

Soalnya, lanjut dia, kompetisi yang seimbang akan memberikan kesempatan untuk orang-orang yang idealis, memiliki integritas, dan mumpuni tetapi tidak memiliki sumber daya untuk bisa ikut bersaing di dalamnya.

Di samping itu, kata Sunny, sistem pemilu juga mesti didorong ke arah sistem distrik. Sistem distrik dianggap paling ideal meski memang tidak mungkin diterapkan saat ini. Sebab, partai politik pasti akan menolaknya. "Ada faktor yang membuat partai-partai menengah akan hilang karena sistemnya memberlakukan jumlah kursi yang lebih sedikit, misalnya satu kursi," katanya.

Tapi, ujar Sunny, sistem distrik itu sebenarnya memiliki nilai positif: masyarakat mengetahui tokoh yang mewakilinya di tingkat legislatif. Dengan begitu, jika Dewan Perwakilan Rakyat melakukan tindakan yang di luar semestinya, masyarakat dapat langsung menyalahkan wakil rakyat yang dipilihnya. "Dengan sistem yang seperti ini, partai akan berpikir dua kali untuk berbuat macam-macam," ucap dia.

Menurut Sunny, sistem distrik dapat diterapkan secara bertahap. Saat ini misalnya, terdapat tiga sampai 10 kursi per daerah pemilihan. Jumlah kursi itu sebenarnya dapat dikurangi mulai dari tiga sampai enam kursi, lalu tiga sampai empat kursi per daerah pemilihan. "Kemudian lama-lama diturunkan lagi jumlahnya," katanya.

Sementara dalam hal pemilihan umum kepala daerah, ujar Sunny, upaya perbaikan dapat dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap harta kekayaan para calon. Selama ini, menurut dia, para calon memang diharuskan melaporkan harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Tapi persoalannya, pelaporan itu hanya bersifat formalitas berupa pemberian stempel saja. KPK tidak pernah memeriksa laporan itu karena memang butuh resources yang besar untuk melakukan pemeriksaan. "Sebenarnya pemeriksaan itu harus dilakukan," ucap Sunny.

Menurut Sunny, pemeriksaan itu menjadi penting ketika ada seorang koruptor yang ingin mencalonkan diri dalam pemilukada. Soalnya, harta kekayaan mereka harus diperiksa terlebih dahulu. "Mereka akan berpikir dua kali untuk menjadi calon," kata dia.

Dengan begitu, ujar Sunny, akan terjadi perbaikan calon kandidat dalam pemilukada. Meski memang belum dapat dipastikan bahwa orang yang menjadi calon itu tidak akan korupsi ketika berhasil mendapatkan jabatan setelah memenangkan pemilukada. "Itu kan persoalan pengawasan selanjutnya," ucapnya. Tapi yang terpenting, kata Sunny, sebelum para calon itu menduduki suatu jabatan tertentu, sudah ada 'pagar' atau 'saringan' yang menjaring mereka terlebih dahulu.

Menurut Sunny, berbagai solusi yang telah disebutkan di atas dalam persoalan ketidakpercayaan masyarakat terhadap partai politik sebenarnya sangat praktis dan sudah diketahui oleh semua orang. Tapi, tidak pernah ada orang yang berani berbicara akan solusi itu dan tidak ada juga yang mau menjalankannya. "Persoalannya 'kan begitu," ujar dia.

Beberapa waktu lalu CSIS memaparkan hasil survei tentang politik nasional. Survei itu menemukan kepercayaan masyarakat terhadap partai politik sangat rendah. Dukungan terhadap partai politik semakin menurun akibat kekecewaan publik yang menilai pemerintah cenderung stagnan.

Kinerja pemerintah di tiga bidang yang menjadi perhatian publik, yaitu penegakan hukum, pengentasan kemiskinan, dan pemberantasan korupsi sangat lemah. Mayoritas masyarakat merasakan adanya stagnasi dan kemunduran dalam kinerja pemerintah.

Survei juga mengungkapkan bahwa dukungan suara terhadap partai-partai besar cenderung mengalami kemunduran. Hampir separuh masyarakat atau sebesar 48,4 persen tidak atau belum menetapkan pilihan terhadap partai politik yang ada seandainya pemilihan umum diselenggarakan hari ini.

PRIHANDOKO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar