TEMPO.CO, Jakarta - Panitia Khusus Rancangan Undang Undang (RUU) Pemilu belum menyepakati pengaturan keterwakilan perempuan dalam pemilu. "Sejauh ini respons dari fraksi lain masih sangat minim," ujar Wakil Sekretaris Jenderal Golkar Nurul Arifin di gedung DPR, Rabu, 7 Maret 2012.
Menurut Nurul, dalam beberapa kali rapat tim perumus dan rapat panitia kerja, keterwakilan perempuan tidak masuk dalam pembahasan prioritas. Kalaupun dibahas, tidak sampai pada mekanisme dan detail pengaturan.
Dia berharap RUU Pemilu mewajibkan partai memenuhi kuota keterwakilan perempuan sebesar 30 persen di setiap daerah pemilihan dan meletakkan perempuan di nomor urut teratas. "Harus ada penegasan berupa sanksi pada partai yang tidak memprioritaskan calon perempuan," katanya.
Menurut anggota Pansus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo, sebelum mengatur kuota perempuan, seharusnya diputuskan terlebih dulu mengenai mekanisme pemilu. Jika pemilu tetap dilakukan secara terbuka, maka nomor urut perempuan tidak akan menjadi persoalan.
"Siapapun yang dicalonkan dengan sistem nomor urut akan terpilih berdasarkan kemampuan dan simpati masyarakat," ujar Ganjar.
Ketua Panitia Kerja RUU Pemilu Taufik Hidayat menyatakan panja telah sepakat akan menyerahkan pembahasan keterwakilan perempuan melalui panitia khusus. Hanya saja, menurut dia, saat pembahasan di panja belum ada pembahasan spesifik dari masing-masing fraksi.
"Ini akan dibawa ke pansus dan disepakati lewat lobi antar-fraksi," katanya. Rapat konsultasi antar-fraksi dan pimpinan DPR akan segera dilakukan. Pertemuan ini diharapkan bisa menyelesaikan beberapa isu krusial dalam pembahasan RUU Pemilu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar